Sragen — Suasana meriah nampak di Desa Jambanan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Kamis (25/7) siang. Ratusan warga besar dari berbagai usia tumpah ruah menghadiri acara kirab bersih desa yang dipusatkan di Dukuh Kwayon.
“Tradisi bersih desa ini digelar setahun sekali setiap Kamis Legi. Kalau dulu hanya satu dusun sekarang pesertanya meluas ke tiga dusun. Warga tadi memperebutkan gunungan hasil bumi, istilahnya ngalap berkah. Tapi itu hanya mitos saja,” kata Kades Jambanan, Sugino Welly.
Kirab diawali dengan gunungan, ratusan warga mengarak gunungan yang terbuat dari hasil bumi petani. Di barisan depan, para perangkat dan sesepuh desa hingga karang taruna memimpin kirab dengan pakaian kejawen.
Menariknya, meski bernafaskan tradisi jawa, sepanjang jalan yang dilalui menuju sendang kawak atau sumur tua, peserta kirab melantunkan sholawatan.
“Yang jelas kami dari pihak desa bersama semua elemen termasuk karang taruna memang komitmen untuk menjaga dan melestarikan tradisi ini. Jangan sampai budaya baik ini punah,” terangnya.
Setiba di sendang, gunungan kemudian didoakan bersama-sama. Selanjutnya, gunungan hasil bumi diperebutkan bersama oleh warga. Setelah itu, warga bersama-sama menyantap bancakan yang dibuat oleh semua warga yang dikumpulkan jadi satu.
Kades Jambanan, Sugino Welly menuturkan tradisi sedekah bumi atau dekah dusun itu digelar tiap tahun dan turun temurun dari nenek moyang. Tradisi itu sebagai wujud syukur warga atas hasil bertani yang bisa panen baik.
Sementara, Anggota Komisi IV DPRD Sragen dari Fraksi PKB, Fathurrohman yang ikut hadir dalam acara itu mengapresiasi positif tradisi tersebut. Menurutnya tradisi itu adalah budaya baik untuk dilestarikan karena sudah turun temurun diwariskan oleh leluhur.
“Tradisi ini banyak memberi nilai positif untuk kehidupan masyarakat. Masyarakat satu dukuh kumpul untuk mengirabkan hasil bumi. Lalu buat sedekah dikumpulkan jadi satu di sumur kawan lalu didoakan dan disantap bersama-sama. Nilai dan budaya kebersamaan, rasa syukur dan kegotongroyongan ini harus dijaga dan diuri-uri,” paparnya.
Editor : Wahyu Wibowo