Timlo.net — Kemarau kali ini telah membuat kekeringan di Malang selatan semakin meluas. Krisis air bersih dialami ribuan warga yang tinggal di Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Sementara lahan pertanian seluas hampir 310 hektare juga terancam gagal panen, karena kurangnya ketersediaan air.
Wilayah terparah karena dampak kekeringan berada di Desa Sitiarjo dan Desa Kedungbanteng. Ribuan warga yang tinggal di dua desa tersebut kesulitan mendapatkan air bersih.
Kepala Desa Sitiarjo Mamik Misniwati menyatakan, kekurangan air disebabkan menurunnya debit mata air yang selama ini menjadi penompang warga untuk mendapatkan air bersih.
“Jika hujan belum juga turun, maka debit sumber air bisa semakin mengecil dan tentunya tak cukup memenuhi kebutuhan warga. Area pertanian juga terancam gagal panen, karena irigasi tak menyalurkan air,” ungkap Mamik kepada wartawan, Kamis (1/8).
Dia mengaku, kekeringan terparah berada di Dusun Krajan Kulon. Warga yang tinggal di RT 32, 30, 35 dan 57, kesulitan mendapatkan air. Karena debit sumber air yang mengecil tak mampu menyuplai tandon yang dimiliki warga di desa berpenduduk 7 ribu jiwa ini.
“Di sana ada sekitar 100 KK. Memang masih ada tandon air yang bisa digunakan. Tetapi debit sumber air terus mengecil, takutnya nanti tak bisa terisi lagi tandon, dan juga sumur warga yang kondisi turut mengering,” terangnya.
Mamik menambahkan, selain kekurangan air bersih yang dirasakan oleh warga. Saat ini petani juga mengeluhkan lahan pertanian yang mengering. Setidaknya ada 310 hektare lahan pertanian di wilayahnya yang terdampak kekeringan.
“Debit sungai Mbambang yang selama ini menjadi andalan warga mengairi sawah, debitnya sudah semakin mengecil. Ada ketakutan akan gagal panen hingga berdampak kepada perekonomian warga,” ujarnya.
Lahan pertanian seluas 310 hektare tersebut, menyebar di sejumlah dusun, yakni Dusun Krajan Kulon seluas 150 hektare, dan 160 hektare berada di wilayah Dusun Krajan Wetan.
Desa Sitiarjo Dwi Pudjo menambahkan, warga yang tinggal di Dusun Krajan Wetan masih bisa menikmati suplai air yang berasal dari sumur bor. Meskipun belum cukup memenuhi kebutuhan seluruh warga.
Beberapa sumur bor yang ada, merupakan hasil swadaya masyarakat yang dibangun 10 tahun yang lalu. “Dengan menggunakan pompa mesin, air dari sumur bor itu dialirkan ke sawah. Tetapi dalam kondisi kemarau seperti sekarang, ya kurang maksimal,” ujar Dwi terpisah.
Untuk mengatasi kekeringan di tahun depan, Pemerintah Desa Sitiarjo sudah melakukan langkah dengan meminta dukungan Dinas Pekerjaan Umum dan Sumber Daya Air Kabupaten Malang dan Provinsi Jawa Timur, untuk melakukan perbaikan bendungan air Kedungmas.
“Kami berharap, bendungan merupakan peninggalan Belanda itu bisa direvitalisasi. Karena dengan begitu, akan membantu suplai air untuk irigasi pertanian,” harapnya.
Kekeringan yang sama juga dialami warga Desa Kedungbanteng. Setidaknya 1.200 kepala keluarga (KK) mulai mengalami kesulitan air. Kepala Desa Kedungbanteng Suwarno menuturkan, 1200 KK tersebut menempati rumah di 8 RT.
Kekeringan sudah menjadi langganan warga Kedungbanteng di setiap musim kemarau tiba. Warga terpaksa membeli tandon air berkapasitas 1.000 liter dengan harga Rp 40 ribu, untuk menampung air bersih yang didapatkan. “Padahal itu hanya bisa mencukupi kebutuhan paling tidak 4 sampai 5 hari saja,” terang Suwarno.
Pemerintah Desa Kedungbanteng berencana meminta bantuan BPBD Kabupaten Malang beserta instasi terkait, untuk menyuplai air bersih ke wilayah mereka.
Sebelumnya, Pemdes Kedungbanteng mencari wilayah yang bisa digunakan sebagai embung, yang diharapkan bisa menampung ketersediaan air saat musim kemarau tiba.
“Survei sudah, tapi belum menemukan lokasi yang tepat untuk membangun embung. Harapan kami bisa secepatnya, selain berkirim surat ke BPBD dan instasi lain untuk menyalurkan air bersih,” tandasnya.
Sumber: Detik.com
Editor : Marhaendra Wijanarko