Sragen — Puluhan hektar tanaman padi di Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung, Sragen dipastikan gagal panen.
Kondisi itu terjadi akibat dampak kekeringan yang melanda wilayah Kedawung sejak dua bulan terakhir.
Para petani di wilayah tersebut hanya bisa pasrah menghadapi kerugian yang sudah tampak di depan mata. Sebab mereka mengaku kehabisan cara untuk menyelamatkan tanaman yang rata-rata sudah berusia 70 hari itu.
Selain tidak ada sumber air, kondisi lahan yang berundak-undak mengakibatkan petani kesulitan mengalirkan air menuju lokasi persawahan.
Seperti dikatan Jumini (41), salah satu pemilik tanaman padi di Dukuh Gendol, Desa Mojokerto, Kecamatan Kedawung mengungkapkan, kiriman hujan terkahir kali terjadi pada Bulan Juli 2013 lalu.
Karena masih sempat ada kiriman hujan dan persediaan air di saluran irigasi masih ada, para petani masih tenang dan nekat untuk meneruskan tanam padi. Namun sejak bulan Agustus tidak ada kiriman hujan dan pasokan air dari irigasi mulai mengering.
“Cuaca sekarang memang susah ditebak,” ujarnya.
Dikatakan Jumini, bagi petani padi padi di daerah dengan kondisi lahan pertanian datar, masih dapat menyelamat tanaman dengan cara membeli air yang diangkut menggunakan truk. Namun demikian kondisi itu tidak mungkin dapat dilakukan para petani di Dukuh Gendol karena faktor kondisi lahan yang berundak.
“Kalau beli air juga percuma, tingkat kemiringan lahan cukup tinggi sehingga air akan tercecer tidak sampai lokasi,” kata Jumini.
Senada petani lainnya, Partono (60), petani lainya menambahkan selain tanaman padi di Desa Mojokerto, kekeringan juga terjadi di sejumlah wilayah lain di Kecamatan Kedawung. Khusus di daerahnya pihaknya mengaku ada lebih dari 20 hektar tanaman padi yang kekeringan.
Dibanding tahun sebelumnya, kata Partono, musim kemarau kali ini sebenarnya tidak terlalu panas. Namun demikian dampak kekeringan yang terjadi justru lebih parah dari tahun sebelumnya.
“Dulu musim keringnya tidak terlalu lama, kami masih bisa panen. Tidak seperti saat ini,” katanya.