Solo – Produk industri grafika lokal diyakini punya peluang menyamai industri serupa di Singapura. Mengingat industri grafika Indonesia punya potensi kuat untuk dikembangkan.
Faktor ketersediaan bahan baku, menurut Ketua Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), Jimmy Juneanto, menjadi salah satu alasan bagi industri tersebut untuk lebih berproduksi optimal.
“Modal awal kita, dalam hal ini bahan baku sudah cukup baik. Nah, kalau bahan bakunya sudah ada, apalagi sebetulnya,” ujarnya, ketika ditemui dalam Indonesia Grafika Expo Solo 2014, di Diamond Solo Convention Center.
Singapura saja yang tidak punya bahan baku mampu mengekspor hampir sepuluh kali lipat dari Indonesia. Jimmy Juneanto menyebut, nilai ekspor produk cetak Negeri Singa itu mencapai US$ 1500 juta.
Sementara Indonesia baru mampu membukukan US$ 156 juta. Dengan berbagai potensi dan ketersediaan sumberdaya yang ada, harusnya industri grafika nasional bisa sejajar dengan Singapura, bahkan melebihi.
“Indonesia hanya US$ 156 juta, padahal kita punya bahan baku, sementara Singapura nggak punya bahan baku. Dengan kapasitas yang ada harusnya kita nggak kalah dengan Singapura. Kita masih bisa tingkatkan sampai sepuluh kali lipat karena barang cetaknya ada, bahan bakunya ada, tinggal kemauan kita,” papar Jimmy Juneanto.
Adapun yang terjadi saat ini, pelaku usaha grafika justru bersaing sendiri di dalam negeri. Tingkat persainganpun cukup ketat, sehingga berpengaruh pada penawaran harga.