Solo – Euforia hajatan akbar negeri ini, pemilihan umum (Pemilu) tak bisa dipungkiri kerap memicu polemik tersendiri di kalangan masyarakat. Sebagian kalangan ikut terhanyut dalam pesta demokrasi, namun tak sedikit pula yang skeptis terhadap gelaran lima tahunan itu.
Menurut Emha Ainun Nadjib atau yang lebih akrab disapa Cak Nun, saat ini orang semakin kritis. Banyak pihak bertanya perlu tidaknya pemilu, bahkan ada yang berpendapat ajang itu tak usah digelar.
“Orang sekarang bertanya bagus mana sih ada pemilu apa nggak tahun ini? Kalau orang yang ketemu sama saya kan selalu mengatakan ‘ya kalau bisa nggak usah ada pemilu lah’,” ujar tokoh Kiai Kanjeng itu, ketika ditemui di GraPARI Telkomsel Solo, belum lama ini.
Cak Nun menilai wajar jika rasa skeptisme itu muncul, lantaran orang tak punya hak menentukan pemimpin sesuai kehendak hatinya. Adapun yang terjadi, rakyat cenderung dihadapkan pada pilihan calon pemimpin yang dianggap ideal.
“Bagaimana tidak, wong anda tidak punya hak apa-apa untuk menentukan kok. Anda itu cuma dipilihin beberapa ‘makanan’ oleh Parpol (partai politik) yang dilegitimasi institusi bahwa mereka yang berhak memilih ‘makanan’,” tandasnya.
Cak Nun mengistilahkan, saat ini Indonesia tengah memeragakan demokrasi. Negara pura-pura berdemokrasi, padahal sejatinya tak memenuhi syarat apapun. “Jangankan rakyat terhadap yang dipilihnya, wong orang yang minta dipilih saja tidak mengerti urusannya kok, apalagi rakyat,” kata peraih Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 itu.
Ia memandang perlu ada ijtihad tentang bentuk demokrasi yang benar, sehingga tak terjadi ambigu dalam sistem peropolitikan Tanah Air.