Karanganyar – Sebanyak 16 dalang usia di bawah 15 tahun unjuk kebolehan di pendapa Rumah Dinas Bupati, mengikuti Festival Dalang Bocah yang digelar Dinas Pariwisata dan Budaya.
Mereka pun cukup trengginas memamerkan sabetan, unsur utama dalam pedalangan. Kalau soal suara, memang suara mereka belum jadi. Cempreng, bahkan kadang tidak mengikuti laras gamelan yang relatif tinggi. Namun, kepercayaan diri mereka saat tampil di pakeliran sudah sangat bagus.
Bahkan, saking asyiknya mendalang, ada dalang cilik yang lupa menaruh cempala lantaran tertindih tumpukan wayang. Akibatnya, dia sibuk membolak-balik wayang dan membuat suasana menjadi penuh tawa.

Tahu kalau dia ditertawai, dengan tenang malah berkomentar, ‘’Sik cah, cempalane ilang,’’ kata dia. Bupati Juliyatmono dan Wabup Rohadi dan hadirinpun tertawa melihat tingkahnya.
Panitia hanya memberi waktu 30 menit untuk sekali penampilan. Lantaran sempitnya waktu, tentu lakon utuh tak bisa terlihat. Lakon padatan selama setengah jam bukan hal yang mudah. Jangankan dalang bocah, dalang profesional saja akan kesulitan.
‘’Intinya ini memang sekadar ingin unjuk kebolehan saja. Selama ini potensi budaya lewat dalang bocah di Karanganyar ini masih kurang terwadahi. Karena itu, begitu Pak Bupati dhawuh agar budaya tradisional diberi tempat, maka kami gelar festival dalang bocah ini. Yang penting kita tampilkan bahwa di Karanganyar masih ada generasi dalang,’’ kata Kepala Disparbud Karanganyar, Istar Junianto.
Dia mengatakan, Lereng Lawu memiliki dalang kondang Ki Manteb Sudharsono. Pernah ada dalang bocah Ki Darmadi yang menghebohkan tahun 1980-an. Ada banyak dalang hebat lainnya. Kalau sampai regenerasi tidak ada, sangat disayangkan.
‘’Nah, sekarang kita buktikan kalau dalang bocah masih ada. Kami menghitung ini baru 16 yang kami beri waktu tampil. Sebab yang lain masih banyak, namun waktunya tidak ada. Mereka sekolah di Solo, sehingga tidak bisa menyesuaikan dengan jadwal festival,’’ kata Istar.
Bupati Juliyatmono berharap ke depan dibentuk Paguyuban Dalang Bocah Karanganyar. Paguyuban ini akan mewadahi kiprah mereka, saling berlatih bersama, saling mengisi kelebihan dan kekurangan serta menjadi tempat berkreasi bersama memajukan seni tradisi wayang kulit,’’ kata dia.
Pemerintah kabupaten (Pemkab) sendiri berjanji akan mewadahi mereka dengan menyediakan wahana untuk pentas. Ada sarana pentas di taman terbuka yang bisa digunakan bersama untuk menampilkan kreativitas remaja dan anak-anak, termasuk dalam hal mendalang.
Sebagai gudangnya seni tradisi yang sudah mendapat pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya dunia, wayang harus terus dilestarikan. Sebab di dalamnya banyak dijumpai tuntutan luhur, sekaligus seni pertunjukkan yang memikat. Jangan sampai generasi muda tidak lagi mengenal wayang.
Sayang, panitia tidak mengundang siswa sekolah untuk menyaksikan festival itu. Paling tidak jika ada anak sekolah yang diajak atau digerakkan menyaksikan, pertunjukan atau festival dalang bocah tak akan sepi penonton.