Timlo.net — Rencana Komisi I DPR memanggil direksi RRI terkait hitung cepat (quick count) Pilpres 2014 yang dilakukan lembaga penyiaran itu terus menuai kritik. Berbagai kalangan menilai, rencana pemanggilan itu tidak relevan.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menganggap langkah Komisi I DPR itu sarat dengan muatan politis. Apalagi, secara tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) RRI adalah jelas memberikan informasi yang akurat kepada publik.
Menurutnya, langkah RRI menggelar hitung cepat tidak bisa disalahkan. Sumber daya yang dimiliki RRI di seluruh wilayah tanah air telah tersedia dan kompeten sehingga menggelar hitung cepat sangat normal dilakukan RRI.
“Saat Pemilu Legislatif lalu, RRI juga sukses mengadakan quick count, bahkan akurasinya mendekati sempurna dengan data akhir perolehan suara parpol-parpol oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). RRI juga masuk dalam lembaga survei yang diakreditasi oleh KPU. Jadi dimana letak salahnya RRI dalam proses hitung cepat Pilpres 2014? Jangan-jangan kalau hasil quick countnya RRI sama dengan lembaga survei abal-abal, saya yakin Komisi I tidak akan memanggil RRI,” ujar Ari Junaedi kepada merdeka.com, Selasa (15/7).
Menurut pengajar Program Pascasarjana di UI ini, ada mindset yang salah di kepala para politikus di Komisi I DPR. “Mungkin perlu belajar ulang lagi tentang statistik dan etika politik, yang namanya hitung cepat itu lahir dari ibu kandung pengetahuan, diadakan untuk mengetahui suara real dan digunakan untuk mencegah terjadinya rekayasa angka perolehan akhir,” ujarnya.
Dia mencontohkan, Pemilu di Filipina di era rezim Ferdinand Marcos yang curang berhasil terbongkar karena hadirnya hitung cepat. “Jadi kalau Komisi I DPR hendak menguji netralitas RRI hanya karena menggelar quick count dengan metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Rencana pemanggilan direksi RRI ini disampaikan oleh Ketua Komisi I Mahfud Siddiq. Rencana komisi ini akan mempertanyakan penanyangan hitung cepat mereka yang disiarkan oleh sejumlah lembaga penyiaran.
Menurut politikus PKS ini, RRI bukanlah lembaga survei. RRI dinilai hanyalah lembaga penyiaran publik. Dalam hasil hitung cepat yang dilakukan RRI, pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 47,29% dan Jokowi-JK mendapatkan 52,71%. [has]
Sumber: merdeka.com