Sragen – Jumlah penderita gagal ginjal di Kabupaten Sragen mengalami kenaikan setiap tahun. Ironisnya, para penderita didominasi keluarga miskin.
Catatan terakhir dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, selama Juli 2014 penderita gagal ginjal dirawat di Ruang Hemodialisa RSUD Sragen mencapai 335.
Dari jumlah itu hanya satu pasien saja berasal dari keluarga mampu, sisanya pasien dari keluarga miskin menggunakan kartu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Sementara jumlah rata-rata setiap bulannya sekira 300 kunjungan mengalami gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.
Kepala Bidang Pelayanan RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, Finuril Hidayati membenarkan, jumlah pasien gagal ginjal di Bumi Sukowati dirawat hemodialisa ada kecenderungan mengalami peningkatan.
”Selain berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, sebagian besar pasien masih dalam usia produktif antara 30 hingga 40 tahun,” katanya, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya.
Padahal biaya sekali cuci darah bisa mencapai Rp 75 ribu hingga Rp 1 juta. Finuril menggambarkan, orang pernah mengalami cuci darah, selanjutnya akan terus melakukan itu setidaknya dua kali dalam sepekan. Sehingga tak jarang pasien awalnya berasal dari keluarga mampu, setelah sering keluar-masuk ruang hemodialisa lama-kelamaan juga akan menjadi miskin.
“Kalau warga miskin pemegang Kartu Saraswati Melati memang gratis untuk cuci darah berkali-kali. Tetapi kalau orang yang semula mampu, lama-lama kan bakal miskin juga kalau sering cuci darah. Makanya kesehatan itu adalah harta yang paling berharga,” katanya.