Solo – Ratusan orang Abdi Dalem Keraton Kasunanan Surakarta melakukan ritual Malem Selikuran (Malam ke 21 Bulan Ramadan), Selasa (7/7). Ritual dimulai dengan penyalaan Ting (lampu minyak) di depan Keraton Kasunanan. Tanpa mengenakan alas kaki, para abdi tersebut berjalan kaki dari Gondorasan (Dapur) menuju Bangsal, dan kemudian dilanjutkan ke Masjid Agung Keraton Surakarta, dengan membawa nasi tumpeng untuk didoakan dan kemudian dimakan bersama.
“Pada bagian paling depan adalah Prajurit Keraton, kemudian disusul dengan abdi dalem yang membawa lampu Ting, kemudian abdi dalem yang membawa nasi tumpeng, dan kerabat Keraton. Sebelumnya kirap ini mengelilingi tembok Keraton dengan berjalan kaki searah jarum jam,” ungkap Pengageng Sasono Wilopo, Kanjeng Winarno.
Setiba di Masjid Agung, rombongan disambut oleh ratusan orang. Selanjutnya nasi tumpeng yang berjumlah seribu buah tersebut didoakan di dalam masjid. Usai berdoa, dilanjutkan dengan pembacaan sejarah malam selikuran yang sudah di mulai sejak jaman Wali Songo.
“Sejak jaman para Wali, perayaan ini selalu dilakukan dari tahun ke tahun, berlanjut dengan Kerajaan Demak, Mataram Pleret, Mataram Kartasura, dan Mataram Surakarta. Pada tahun 1926 masa kekuasaan Raja Pakubuwono X kirab ini digelar hingga Bon Raja (Taman Sriwedari) dengan maksud untuk lebih mensyiarkan agama Islam, namun seiring perkembangan tahun 2011 dikembalikan lagi di Masjid Agung,” kata dia.
Malam 21 Ramadan ini adalah peringatan peristiwa turunnya Nabi Muhamad SAW dari Jabal Nur setelah menerima wahyu Laitul Qodar. Tumpeng berjumlah seribu ini menggambarkan kebaikan apapun yang dilakukan pada hari itu akan mendapat balasan yang baik seperti seribu bulan.