Klaten — Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten menampik tudingan lambannya penanganan kasus dugaan korupsi proyek pemuktahiran daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang menjerat Sarjono, mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) era 2008 lalu.
“Karena memang harus teliti dan ini melibatkan orang-orang penting. Apalagi kasus korupsi kan kadaluarsanya sampai 18 tahun karena ancamannya seumur hidup,” ujar Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Klaten Nurul Anwar, Kamis (29/10).
Dijelaskan, penyelidikan bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) pada 2009 yang disidik pada 8 Juli 2010. Dalam laporan menyebutkan kerugian negara mencapai Rp1,594 Miliar dari total nilai proyek Rp 3,805 Miliar pada 2008 itu. Kemudian Sarjono ditahan sejak tanggal 1 September setelah sejak lama berkasnya dinyatakan lengkap (P21).
”Modusnya, sesuai persetujuan swakelola, tapi prakteknya seperti penyediaan barang dan jasa melibatkan pihak ketiga yakni Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada (UGM),” jelasnya.
Sebelum deal, Anwar menduga ada ‘main mata’ antara Disdukcapil dengan LPPM UGM. Hal itu diperkuat dengan tidak adanya negoisasi dan klarifikasi dalam proses penyediaan barang dan jasa.
“Mungkin ada komunikasi dengan UGM (LPPM) sebelumnya. Diperkuat lagi dengan masalah-masalah anggaran itu. Tidak pernah ada semacam negosiasi dan klarifikasi tekait harga penawaran yang diajukan UGM. Sistemnya hanya formalitas langsung disetujui, diberikan dana untuk pelaksanaan kegiatan,” jelas Anwar.