Solo – Di tengah polemik menentang pembongkaran taman city walk di Jalan Slamet Riyadi, justru para anggota dewan tidak mampu menyelamatkan empat pohon ketapang di halaman parkir sisi timur ’rumah’ mereka. Dua petugas berbekal kampak dan parang menebang satu persatu pohon ketapang difungsikan untuk berteduh.
“Saya hanya menjalankan perintah saja,” terang salah seorang petugas penebang pohon yang enggan menyebutkan namanya.
Hilangnya empat dari sembilan pohon yang berada di sisi timur DPRD Solo tersebut, makin menambah catatan buruk upaya Pemkot Solo untuk mencanangkan Kota Solo sebagai kota dalam hutan. Meski gedung DPRD masuk lahan milik Pemkot dan tidak menjadi bagian RTH kota.
Salah seorang anggota dewan, Abdullah AA mengaku mengetahui penebangan empat pohon yang dilakukan, namun ia merasa tidak diajak untuk berkoordinasi dengan Sekretaris Dewan sebelumnya.
“Ya (saya tahu-red), tapi memang tidak ada koordinasi dengan kami,” katanya.
Terpisah, Bidang Komunikasi dan Media Forum Solo Hijau, Miftahul Arozaq saat dihubungi mengungkapkan, seharusnya wakil rakyat menjadi salah satu cerminan melaksanakan Perda No 1 tahun 2012. Yakni tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) mencapai 30 persen dari luas wilayah.
“Perda itu kan yang membuat legislatif. Hotel dan rumah warga diminta untuk menyediakan RTH, sedangkan kantornya sendiri ditebang,” kata Miftahul.
Dia menilai, tentangan dewan terkait pembongkaran taman city walk oleh Pemkot Solo sebagai bentuk tindakan yang tidak konsisten. Di satu sisi mereka menentang, sedangkan mereka tidak mampu mencegah penebangan pohon yang ada di kantor mereka.
“Ini kan sangat lucu, mereka menyuarakan penentangan tapi diam saja ketika pohon di kantornya ditebang,” tandasnya.