Boyolali — Puluhan dokter Boyolali yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (24/10) mendatangi gedung DPRD setempat. Mereka ingin mengadukan nasib mereka terkait dengan pendidikan dokter layanan primer (DLP). Layanan Primer (DLP) tidak sejalan dengan UU No 29/20014 tentang Praktik Kedokteran.
“Kenapa harus ada DLP, bukankah lebih baik dilakukan peningkatan anggaran kesehatan. Di Indonesia anggaran kesehatan masih rendah, masih berkisar 2 % sampai 3 %,” kata Koordinator aksi IDI Boyolali, Zulfidar.
Perwakilan dokter ditemui Ketua DPRD Boyolali, Paryanto, anggota Komisi I, II, dan III. Dalam kesempatan tersebut, IDI mendesak agar wakil rakyat ikut memperjuangkan penolakan pendidikan dokter layanan primer. Ketua IDI Boyolali, Syamsudin, mengungkapkan, dokter umum sudah sangat profesional, maka tidak perlu lagi mengikuti DLP. IDI juga meminta DPRD Boyolali turut memperjuangkan aspirasi agar dilakukan revisi terhadap UU No 20/ 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Pasalnya, UU tersebut bertentangan dengan UU No 29/2004 tentang Praktik Kedokteran.
“Memaksakan pendidikan formal hanya akan membuat biaya pendidikan dokter menjadi mahal dan merugikan masyarakat,” tambah Syamsudin.
Terkait aspirasi anggota IDI, Ketua DPRD Boyolali Paryanto mengatakan, pihaknya siap untuk meneruskan aspirasi tersebut ke DPR RI.
“Kewenangan penetapan UU berada di DPR RI. Secepatnya akan diteruskan,” ungkapnya.
Usai menyampaikan aspirasi di DPRD, puluhan dokter melakukan long march menuju ke Gedung Putih, atau Kantor Bupati Boyolali. Di depan kantor bupati, rombongan IDI membentangkan spanduk.