Solo — Balai Soedjatmoko Solo menggelar pameran lukisan kaca bertajuk ‘dalam Bayang-Bayang Wayang’ karya perupa dengan media kaca pada 1-7 November. Sebagai bentuk penghargaan kepada pelukis modern yang mengartikulasikan kembali naluri kultural wayang, melalui kreasi mixmedia.
“Lukisan kaca bertema wayang merupakan media bagi perupa untuk mengekspresikan kecintaannya akan budaya,” ujar Kurator Bentara Budaya, Ardus M Sawega saat pembukaan, Selasa (1/11) petang.
Melukis dengan media kaca bukan hal yang mudah. Pasalnya, keunikan sekaligus kerumitannya, melukis kaca ini terbalik. Tidak seperti melukis pada media kanvas.
“Karya ini ada sinar kejujuran baik teknik maupun penggambaran karakter,” ujar dalang yang juga dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Ki Purbo Asmoro.
Segi penokohan, didominasi Punakawan yang karakternya dinilai bersifat luwes. Seperti karya perupa asal Bantul,
Bandi Giyanto yang turut dipamerkan. Tergelitik situasi politik dan perekonomian Indonesia, semakin menggugah untuk mewujudkan pitutur Jawa dalam bentuk visual.
“Punakawan bisa digambarkan jadi rakyat jelata hingga pejabat. Tidak ada yang tersinggung,” ujar dia.
Salah satunya mengangkat pitutur ‘Asu gedhe menang kerahe’. Menyindir kalangan berada yang selalu menang diatas penderitaan rakyat miskin. Digambarkan Petruk sebagai kaum atas dan Gareng sebagai rakyat miskin. Duduk berhadapan dengan sajian tumpeng.
Salah satu mahasiswa seni rupa murni Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Muhammad Nur Andriyanto mengaku terkesan dengan hasil karya perupa yang memadukan kaca sebagai media.
“Bisa jadi bahan inspirasi, saya perhatikan dari teknik pewarnaan dan goresannya,” jelasnya.