SOLO — Pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kota Solo mendapat sorotan dari kalangan legislatif. Pasalnya, sektor pendidikan menjadi korban dengan adanya kerumunan yang sebenarnya mampu memicu penyebaran Covid namun tidak dilakukan penindakan.
“Kebijakan kembali ke PJJ ini menimbulkan ke iri-an dengan kabupaten sekitar Solo yang saat ini masih PTM. Padahal siswa Solo juga banyak dari luar Solo. Sebab dengan PTM ini semangat anak untuk menempuh pendidikan tinggi, kemudian ilmu yang diserap lebih banyak. Harus ada kepastian langkah dari Pemkot supaya hak anak mendapat pendidikan yang layak terpenuhi,” terang Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Asih Sunjoto, Senin (7/2).
Asih mendesak, agar ada kepastian berapa lama sistem daring ini akan diberlakukan. Pasalnya, sampai saat ini pihak Pemkot belum memberikan kepastian sampai kapan para siswa belajar di rumah masing-masing.

Dia menilai, PTM hanya menjadi kambing hitam. Sebab pemberlakuan PJJ juga bukan menjadi solusi menangani penyebaran kasus Covid.
Masih banyak kerumunan yang tidak terkontrol. Contohnya, kerumunan manusia yang hampir setiap malam berbondong-bondong menyaksikan hiasan lampion di Kawasan Pasa Gede dan Balaikota Solo.
“Saya menyayangkan kegiatan ini, mestinya sejak awal bisa dilarang. Karena kita menyaksikan sendiri lampion membuat kerumunan massa yang tidak terkontrol dan minim prokes,” tandasnya.
Terpisah, anggota Komisi IV, Antonius Yogo Prabowo mengatakan, pastinya Pemkot sudah mempertimbangkan pemberlakuan PJJ. Mengingat, keselamatan dan kesehatan anak didik menjadi prioritas.
Disinggung mengenai apakah dengan berlakunya PJJ mampu mengatasi penyebaran Covid, Yogo menganggap hal itu dilematis. Namun yang jelas, kesadaran orangtua harus terus diingatkan.
“Wong PTM saja diliburkan sementara, mosok malah mau ajak anak ke pusat-pusat keramaian. Meski belum berlaku pembatasan di mal, apakah nanti akan dibatasi atau tidak, melihat perkembangan Covid,” katanya.
Editor : Dhefi Nugroho