Timlo.net — Nilai defisit pembiayaan APBN 2023 berada di titik maksimal 2,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam Rapat Panitia kerja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan RAPBN Tahun Anggaran 2023, Selasa (14/6/2022), pemerintah mengusulkan defisit pembiayaan APBN sebesar 2,9 persen. Setelah berdiskusi dengan DPR, disepakati angka 2,85 persen.
“Hari ini kami memutuskan, yang pertama adalah tentu defisit (ABPN). Usulan pemerintah 2,9 persen alhamdulillah kita sepakat dengan pemerintah di 2,85 artinya bahwa itu akan mengurangi tingkat pembiayaan utang kita. Kenapa itu diperlukan? Sebenarnya itu buffer saja. Kita minta supaya pemerintah ada best effort,” ungkap Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, dilansir dari laman dpr.go.id, Rabu (15/6/2022).
Pada rapat tersebut, dipaparkan postur makro fiskal 2023 dengan nilai pendapatan negara Rp2.266,7 triliun hingga Rp2.510,4 triliun atau setara 11,19-12,24 persen PDB dari sumber penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah.
Sementara sumber pendapatan terbesar berasal dari penerimaan perpajakan diprediksi di rentang 9,3-10 persen dari PDB seperti penyesuaian yang telah disepakati Panja A.
Meski begitu, Said menilai penerimaan dari perpajakan tersebut masih bisa digenjot lagi dan tax ratio dapat meningkat.
“Best effort-nya dimana? Dari sisi penerimaan, karena pemerintah itu exercise-nya sebenarnya tax ratio tidak hanya di tingkat 9,3 sampai 10 (dari PDB) bahkan bisa sampai 11. Kalau itu terjadi maka 2,85 defisit itu bisa dicapai. PNBP diharapkan juga meningkat luar biasa. Bahkan PNBP sampai hari ini, itu peningkatannya sekitar 15,1 persen sehingga kita optimis defisit pembiayaan APBN 2023 dicapai di 2,85 persen,” lanjut Said.