“Sekarang dengan adanya era digitalisasi, [tradisi dan alat komunikasi tradisional] sudah sedikit terbengkalai. Maka kami bekerja sama dengan FK Metra untuk melestarikan budaya itu agar tidak tergilas oleh budaya modern,” ujar Bony –seperti dilansir laman boyolali.go.id.
Sementara, Ketua FK Metra Boyolali, Ribut Budi Santoso, mengatakan festival ini menjadi salah satu upaya untuk mentradisikan tradisi yang hampir punah. FK Metra, kata Ribut, punya agenda rutin untuk mengangkat kembali media tradisional agar tetap lestari dengan menggunakan media kentongan.
Menurutnya, kentongan menjadi warisan budaya yang sangat luhur, media keamanan pada era dulu dan kentongan bisa menjadi sebuah kesenian hingga sebagai filosofi di Nusantara.
“Konsep kami mentradisikan tradisi, legenda-legenda yang ada di kecamatan monggo bisa ditampilkan disini, tapi kami membuat frame terkait dengan boyolali metal,” terangnya.
Durasi waktu penampilan masing-masing peserta dibatasi antara 15 menit sampai 20 menit. Sementara jumlah peserta maksimal yang tampil sebanyak 15 orang. Hari pertama diikuti oleh delapan peserta, yakni dari Kecamatan Wonosegoro, Tamansari, Cepogo, Boyolali, Mojosongo, Gladagsari, Banyudono dan Sawit.
Salah satu peserta, Sujiyo mengatakan senang bisa mengikuti festival rutin setiap tahun ini.
“Harapan yang diinginkan supaya bisa mengembangkan seni budaya,” ungkap Sujiyo, dari kelompok Segoro Muncar, Kecamatan Wonosegoro.