Disampaikan, remaja putri dapat mulai minum tablet tambah darah, mulai usia 12 hingga 18 tahun, rata-rata ketika duduk di bangku SMP atau SMA.
Dini menambahkan, memang ada dropping tablet tambah dari pemerintah, namun itu sebagai pemicu saja, dan tentu belum dapat menyentuh remaja putri secara keseluruhan. Karenanya, dirinya berharap, masyarakat bisa memahami betapa pentingnya tablet tersebut, dan bisa mandiri dalam membelinya. Harga dari tablet penambah darah juga terbilang murah atau terjangkau. Dari berbagai merk, rata-rata kisaran harga di bawah Rp 40 ribu.
Kepala Dinkes Rembang dr Ali Syofi’i menuturkan, selain menyosialisasikan pentingnya tablet tambah darah bagi remaja putri untuk mencegah bayi lahir stunting, pihaknya juga meluncurkan program Temokno Laporno dan Openi (Telponi), untuk menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Namun, program tersebut juga bisa untuk penanganan penyakit lain.
“Telponi ini merupakan suatu sistem, di mana akan kita gunakan untuk menangani berbagai permasalahan kesehatan seperti AKI, AKB, dan stunting yang mengajak peran masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, lanjut Ali, pihaknya juga merilis program Semua Masyarakat Rembang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Kabeh Marem STBM). Dan program lain, yakni Forum Kesehatan Desa (FKD) dalam rumah desa sehat, sebagai salah satu solusi penanganan kesehatan, atas terbatasnya tenaga kesehatan di desa.