Wonogiri — Seorang perempuan yang berprofesi sebagai guru SD di Wonogiri, NR (36) terjerat pinjaman di aplikasi online (pinjol) hingga puluhan juta. Merasa psikologisnya terganggu, lantaran kerap mendapatkan teror, akhirnya perempuan ini mengadu ke polisi.
“Berawal bulan Juni lalu. Saat itu meminjam kurang lebih Rp3 juta. Jujur saya kepepet,” kata NR kepada wartawan di Wonogiri, Jumat (23/12).
Disampaikan, awalnya dia meminjam uang di salah satu aplikasi pinjol legal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut dia, tenor atau jangka penyelesaian cicilan pinjaman itu dua pekan.
Namun saat sudah jatuh tempo, NR tak bisa melunasi pinjaman tersebut. Hingga akhirnya dia melakukan aksi gali lubang tutup lubang dengan cara mengunduh aplikasi pinjol lainnya untuk mengajukan pinjaman demi menutup hutangnya.
NR sempat menggunakan sejumlah aplikasi pinjol legal. Tindakan gali lubang tutup lubang itu dilakukan hingga Oktober. Hutang yang awalnya sekitar Rp3 juta nilainya terakumulasi makin banyak. Banyaknya aplikasi pinjol legal yang digunakan, dia akhirnya tak bisa melakukan registrasi lagi di aplikasi pinjol legal.
“Saya padahal harus melunasi hutang di aplikasi pinjol sebelumnya. Tapi tidak bisa registrasi,” katanya.
Karena hal itu sejak oktober 2022 NR beralih menggunakan salah satu aplikasi pinjol ilegal. Di aplikasi yang menawarkan sejumlah produk jasa pinjaman. NR meminjam sekitar Rp 2 juta di salah satu produknya namun yang didapat hanya separuh. Tenornya pun hanya tujuh hari.
Tapi, kata NR, sebelum jatuh tempo dia sudah ditagih dan diteror untuk melunasi hutangnya. Dia dihubungi lewat pesan singkat dan telepon.
Alhasil, NR meminjam lagi di aplikasi itu dengan produk pinjol lain. Itu dilakukan berulang sampai tagihan di aplikasi itu mencapai Rp40 juta.
“Hutang saya makin banyak dan produk pinjol ilegal yang saya gunakan juga nambah banyak. Di aplikasi ini sudah ada 45 produk pinjol ilegal di yang saya lunasi, masih ada beberapa yang belum saya lunasi,” paparnya.
Apabila sudah jatuh tempo namun dia tak bisa melunasi, tenor diperpanjang. Setiap tenor diperpanjang hutangnya bertambah Rp 800-900 ribu.
Tak hanya diteror lewat pesan singkat dan telepon, NR juga menuturkan aplikasi itu menyebarkan data privasinya. Data itu disebarkan ke kontak yang ada di ponsel NR.
“Foto KTP dan foto saya disebar,” katanya.
NR mengaku berupaya keluar dari jerat pinjol. Bahkan dia mengaku sudah menjual dua sepeda motor untuk melunasi hutang-hutangnya. Namun belum cukup. Bahkan menurut dia, hutangnya masih sekitar Rp 80 juta.
“Saya depresi tidak tau mau kemana. Jujur, sempat pengin nyerah dengan hidup. Baru kemarin saya cerita ke keluarga,” terangnya.
Meski sempat kaget, keluarga NR tetap mendukungnya. Mereka juga menganjurkan NR melapor ke polisi. Setelah sempat berkonsultasi dengan polisi pada Jumat, NR mengaku merasa lebih tenang.
NR menambahkan, ada perbedaan saat dia menggunakan aplikasi pinjol legal dan ilegal. Di aplikasi pinjol legal, dia tidak mendapat teror dan ancaman. Tidak ada pula penyebaran data pribadi.
Berbeda dengan pinjol ilegal. Sebelum jatuh tempo, NR sudah diteror. Begitu jatuh tempo dan belum lunas, pihak aplikasi pinjol ilegal melakukan penghinaan dan pelecehan secara verbal. Bahkan menyebar data pribadinya.
“Yang legal itu menagihnya sopan dan manusiawi,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasubsi Penmas Humas Polres Wonogiri Aiptu Iwan Sumarsono menuturkan NR tidak melaporkan secara resmi kejadian itu ke Polres Wonogiri. NR hanya mengadu dan meminta solusi ke polisi. Apabila membutuhkan bantuan, NR juga bisa melapor ke Polres Wonogiri.
“Kami mengimbau masyarakat bisa hati-hati saat hendak meminjam uang lewat pinjol. Harus diperhatikan resikonya, dicek sudah berizin atau terdaftar di OJK atau belum. Jangan sampai pakai yang ilegal,” katanya.
Terkait teror yang diterima NR lewat sambungan telepon atau pesan singkat pihaknya belum bisa berbuat banyak. Meski begitu, polisi selalu siap jika NR membutuhkan bantuan. Pihaknya juga bisa menindak NR saat mendapat ancaman fisik.
“Hal tersebut kasus perdata. Karena itu yang bersangkutan perlu melunasinya. Terkait ancaman, jika memang jiwa merasa terancam bisa melapor ke polisi,” tandasnya.
Editor : Dhefi Nugroho