Sukoharjo – UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai tumpang tindih dengan UU 6 tahun 2014 tentang Desa atau lebih dikenal dengan UU Desa. Dewan Pengurus Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI) pun menuntut sistem penyelenggaraan Pemerintah Desa untuk dikuatkan.
“Setelah UU Desa lahir di 2014 kemudian ada UU Cipta Kerja sehingga UU Desa seperti dikebiri, Kepala Desa tidak lagi memiliki kekuatan untuk membangun desanya sesuai prakarsa desanya,” ucap Ketua Umum DPN PPDI, Widhi Hartono, saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di salah satu hotel di kawasan Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (14/1/2023).
Hingga kini, Widhi menilai, profesi perangkat desa belum diakui. Padahal selama ini mereka mengabdi untuk bangsa dan negara. Sehingga dia pun meminta untuk merevisi UU Cipta Kerja tersebut.
Perangkat Desa tersebut meliputi unsur kesekretariatan yakni sekretaris desa (Carik) membawahi kepala urusan (Kaur), lalu Kepala kewilayahan atau kepala dusun (Kadus) dan pelaksana teknis (Kasi).
“Pada revisi UU nanti profesi perangkat desa harus diakui, sebuah profesi yang mempunyai hak, seperti gaji, tunjangan seperti profesi lain, dan mendapatkan gaji pesangon,” terangnya.
Selain itu, Widhi juga menilai, setelah UU Desa terlibas UU Cipta Kerja, pembangunan desa berbasis sinergitas menjadi tidak murni lagi dalam skala prioritas yang dibangun oleh desa.
Sementara itu, agar tidak mengganggu keuangan daerah, maka sebaiknya gaji perangkat desa diambilkan 15 persen dari dana desa.
Penasihat PPDI sekaligus penggagas PPDI, Ubaedi Rosydi menilai, regulasi UU Cipta Kerja belum sempurna dilaksanakan oleh semua Pemerintah Daerah. Sehingga dia mendorong DPN PPDI untuk segera melakukan koordinasi dengan Kemendagri, Gubernur dan Bupati/Wali Kota agar melaksanakan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan lex generalisnya. Karena selama ini banyak yang belum paham tentang pemberhentian perangkat desa.
“Ironisnya lagi banyak perangkat desa yang diberhentikan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, artinya dari sisi inilah kita akan mencoba untuk mengingatkan dan memperjuangkan pada sisi diskriminasi pada undang-undang yang sudah berlaku. Ini cukup fatal, beberapa daerah banyak diberhentikan di tengah jalan, padahal normatifnya sesuai dengan Undang-undang sampai pada 60 tahun. Ini yang sudah terjadi,” jelasnya.
Sementara itu, menanggapi hal tersebut, Ketua Nasional Forum Pembaharuan Desa, Agus Tri Raharjo, menambahkan, bahwa perangkat desa adalah satu bagian penting di pemerintah desa yang melayani masyarakat.
“Sebenarnya yang perlu diperjuangkan justru substansi UU Desa dikembalikan secara murni dan konsekwen, karena sudah banyak tergerus,” tandasnya.
Pada Rapimnas tersebut diikuti sekitar 100 orang pimpinan di empat wilayah, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY. Sedangkan anggota dari luar Jawa mengikuti secara virtual atau online.
Editor : Dhefi Nugroho