Klaten — Tempat usaha penggilingan gabah skala kecil masih menggunakan mesin-mesin lawas dirasa kian meredup. Saat ini, para petani lebih memilih menjual gabah dibanding beras yang harus digiling terlebih dahulu.
Salah satu pemilik usaha penggilingan gabah, Hasim Musthofa (34) warga Desa Meger, Kecamatan Ceper, Klaten, saat ditemui di lokasi penggilingan padi mengaku resah. Pasalnya para petani saat ini memilih jual gabah ke pabrik pengolahan beras.
“Sudah selama tiga bulan terakhir banting setir berjualan gabah ke pabrik pengolahan beras, lha mau gimana petaninya aja juga pada jual gabah langsung,” ungkapnya baru-baru ini.
Menurut dia, kondisi itu terjadi lantaran bermunculannya pabrik-pabrik pengolahan beras. Hal ini membuat para petani lebih memilih jual di pabrik.
“Selepan itu sekarang susah cari pasar,” katanya.
Dirinya mengaku, teknologi pengolahan gabah menjadi beras yang digunakan pabrik juga sudah canggih.
Dengan hal itu, Tutur Hasim usaha penggilingan gabah miliknya saat ini terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja. Misalnya yang semula punya lima pekerja, kini tersisa dua pekerja.
“Kalau giling masih, saat ini masih buka, tapi untuk pekerjanya tak kurangi saja,” tuturnya.
Untuk mengimbangi skala pabrik, imbuh Hasim, selepan skala kecil akhirnya juga berusaha beli gabah dengan harga yang sama tinggi. Namun, karena modalnya kecil akhirnya kalah juga.
“Pelaku usaha selepan banting setir rata-rata ikut petani jual gabah ke pabrik, saya sendiri begitu, karena gimana ya, hasilnya lumayan yang jual gabah Itu, karena ketika hasil beli gabah dan diselep tidak gathuk (tidak untung),” imbuhnya.
“Dan berapa pun stoknya, pabrik siap menampung. Selain itu kualitas beras yang dihasilkan bagus,” ungkapnya.
Harga gabah basah kini di kisaran Rp 5.200 per kg hingga Rp 5.300 per kg.
Editor : Dhefi Nugroho