SOLO — Perjalanan pers di tanah air sudah ada sejak zaman Kerajaan. Hal ini diketahui dari salah satu pengisi artikel pujangga jawa, Ranggawarsito yang aktif sekitar tahun 1845 – 1873.
“Saking vokalnya, sampai-sampai penjajah kolonial waktu itu memberedel karya-karyanya. Rangga Warsito itu merupakan pujangga di zaman Paku Buwono VII,” terang Putra Raja PB XII Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger saat berbincang dengan wartawan, Rabu (8/2) malam.
Tonggak perjalanan pers di tanah air, kata Puger, banyak diwarnai dengan perjuangan bumi putra atau masyarakat cilik yang mendapat perlakuan kurang baik saat zaman kolonial. Sehingga, perlawanan dicetuskan melalui tulisan kritik yang dialamatkan kepada penguasa kolonial saat itu.
“Pemerintah kolonial menilai, karya dari Rangga Warsito ini menghasut rakyat untuk melakukan perlawanan. Sehingga, berbagai upaya dilakukan untuk menghentikannya dalam berkarya,” ungkap Puger.
Puger juga menyoroti perihal pers yang bergerak di dunia industri media saat ini. Menurutnya, hal itu tidak menjadi masalah selama menyajikan fakta dan keberimbangan. Justru kolaborasi yang dilakukan dapat saling mengisi dan dikenal banyak orang.
Disinggung mengenai harapan pers di tanah air, Puger mengaku, hendaknya senantiasa menjaga etika dan fakta dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
“Berbeda ya dengan zaman kerajaan dahulu, yakni pers membela raja. Sedangkan, saat ini berjuang untuk membangun bangsa dan negara lah,” ungkapnya.
Sementara, pengusaha Kota Solo, Puspo Wardoyo mengaku dekat dengan awak media. Baginya, keberadaan pers sangat bermanfaat sehingga membuat produknya dapat dikenal secara luas.
“Kesuksesan saya tak lepas dari peran pers. Di mana, makin membuat produk kami dikenal masyarakat,” ucap bos Wong Solo Grup itu.
Dirinya berharap, momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2023 makin membuat insan pers makin profesional dalam menyajikan informasi.
“Tetap berkarya, untuk membangun Bangsa Indonesia,” ucapnya.
Editor : Dhefi Nugroho