SOLO – Peningkatan jumlah perokok aktif terus meningkat tiap tahun. Hal ini, membuat keprihatinan lantaran merokok tak hanya membahayakan diri sendiri melainkan juga orang di sekitarnya.
Berawal dari itu, Dinas Kesehatan Kota Solo bersama dengan Yayasan Kakak mengadakan kampanye hari tanpa tembakau sedunia yang digelar di CFD Jalan Slamet Riyadi, Minggu (28/5).
“Peran anak muda dan masyarakat dalam menekan tren kenaikan perokok menjadi hal yang penting. Namun, juga harus didukung dengan kebijakan yang kuat. Apalagi saat ini RUU Kesehatan yang dibahas harus memiliki kekuatan untuk menekan konsumsi dan peredaran rokok melalui pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam bentuk apa pun. Kebijakan ini menjadi dasar mengembangkan kebijakan ditingkat daerah sehingga upaya menurunkan tren perokok bisa diwujudkan,” terang Direktur Yayasan Kakak, Shoim kepada wartawan.
Dalam kegiatan ini, juga diisi dengan layanan Unit Berhenti Merokok (UBM) yang dibuka oleh 17 puskesmas di Kota Solo. Mereka siap memberikan layanan berhenti merokok kepada masyarakat. Tak sampai di situ, talkshow bersama remaja SMP dan SMA yang merupakan target dari Industri Rokok juga turut dilangsungkan di lokasi.
Menurut Shoim, anak muda dijadikan target untuk produk rokok. Padahal, dalam iklan rokok memberikan informasi yang keliru. Di mana, rokok mampu membuat rasa percaya diri, menguatkan kesetiakawanan dan lain sebagainya.
“Hal inilah yang harus ditegaskan lagi bahwa rokok adalah produk yang tidak normal karena menyebabkan beragam dampak buruk pada kesehatan,” tandas Shoim.
Sementara itu, Kepala Dinas kesehatan, Siti Wahyuningsih menyampaikan, gerakan pencegahan anti rokok memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan generasi muda yang cerdas ,sehat dan berkualitas. Hal ini juga akan berdampak pada menurunnya angka stunting guna mewujudkan zero new stunting di 2024.
“Pengendalian stunting dipengaruhi oleh peningkatan angka perokok. Dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini bertujuan untuk menekan angka perokok pemula,” katanya.
Berdasar data WHO, Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat rokok.
Berdasar penelitian WHO yang bekerja sama dengan US National Cancer Institute menyatakan, angka kematian akibat tembakau diproyeksikan meningkat dari enam juta kematian per tahun menjadi delapan juta per tahun pada 2030. Dengan lebih dari 80 persen terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah.
Selain menimbulkan berbagai penyakit, perilaku merokok pada orangtua diperkirakan berpengaruh pada anak stunting.
Hasil survei global tertulis, penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey-GATS) selama kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan. Jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.
Editor : Dhefi Nugroho