Solo — Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) mencatat 1.050 balita stunting pada pertengahan tahun ini. Faktor penyebabnya adalah masih banyaknya pernikahan dini.
“Hasil penimbangan serentak terhadap risiko stunting Solo pada Februari 2023 mencatat sedikitnya ada 1.050 balita stunting dan belasan ribu balita rawan risiko stunting,” kata Kepala DP3AP2KB Solo, Purwanti, Sabtu (3/6).
Dia mengatakan, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 lalu Kota Solo berada di angka 20,4 persen, sementara di tahun 2022 turun menjadi 16,2 persen.
“Secara nasional kinerja pemerintah daerah dalam penanganan stunting diukur dari SSGI itu. Jadi untuk saat ini kasus aktif kita ada 1.050 balita stunting itu,” kata Purwanti.
Dikatakannya, persoalan stunting tidak melulu disebabkan hanya karena persoalan asupan gizi saja. Dia menilai ada beragam faktor lain yang sedikit banyak berpengaruh pada fenomena stunting.
“Misalnya masalah kesejahteraan yang belum terpenuhi, permasalahan lingkungan hidup (kebersihan rumah tinggal dan lingkungan) dan sebagainya,” kata dia.
Adanya kasus stunting, kata dia, diperparah dengan adanya fenomena pernikahan usia anak yang terjadi di Solo sepanjang tahun ini. Kemudian kehamilan dengan reproduksi yang belum matang juga rawan melahirkan bayi prematur,
“Bayi prematur makin rawan stunting. Yang rawan lainnya kehamilan di atas usia 35 tahun,” papar Purwanti.
Diakuinya, fakta tersebut jadi pekerjaan rumah yang cukup berat menimbang Pemkot Surakarta sebelumnya telah mendeklarasikan Zero Stunting di 2024 mendatang. Pihaknya pun membenarkan untuk nol stunting di 2024 memang sulit direalisasikan.
“Cara yang kita lakukan dalam upaya untuk menekan angka kasusnya, minimal nol kasus baru di 2024, diperlukan upaya bersama yang terintegrasi dan berkelanjutan antara masyarakat dan stakeholder terkait,” imbuh dia.
Editor : Dhefi Nugroho