Sukoharjo – Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof Dr. Muhtadi mengungkapkan ancaman keberadaan kekayaan hayati akibat kerusakan hutan. Menurutnya, berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia sedikitnya 1,1 juta hektare atau 2 persen dari hutan Indonesia menyusut tiap tahun.
“Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektare hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektare diantaranya sudah habis ditebang,” ungkap Prof Dr. Muhtadi di Kampus UMS, Pabelan, Sukoharjo, Sabtu (7/12).
Lebih lanjut Muhtadi mengatakan, kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman, industri maupun akibat perambahan.
Menurut Guru Besar Biologi Farmasi UMS itu, kerusakan hutan yang semakin parah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan di sekitarnya. Contoh nyata yang frekuensinya semakin sering terjadi adalah konflik ruang antara satwa liar dan manusia.
Rusaknya hutan habitat satwa liar menyebabkan mereka bersaing dengan manusia untuk mendapatkan ruang mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan kerugian bagi kedua pihak.
Lebih lanjut Ia mengatakan, kerusakan hutan menjadi keprihatinan untuk menggali potensi bahan obat herbal yang bersumber dari bahan-bahan utama dan limbah dari tumbuhan asli Indonesia. Salah satu usaha dan pemikiran untuk memanfaatkan bahan alami yang banyak diperoleh dari lingkungan sekitar sebagai bahan obat herbal, adalah dengan memanfaatkan limbah dari kulit dan biji buah tumbuhan asli Indonesia.
Selama ini, kata Muhtadi, sebagian besar masyarakat masih mengangap kulit dan biji buah sebagai sampah atau limbah, yang tidak bermanfaat dan bernilai guna lagi.
Padahal secara kimiawi, kata Muhtadi lagi, diketahui bahwa bahan organik berarti mengandung senyawa kimia atau metabolit sekunder.
“Sehingga keragaman bahan hayati atau biodiversity adalah chemical diversity yang tentu secara teoritis juga memiliki keragaman efek farmakologis juga,” ujarnya.
Editor : Dhefi Nugroho