Solo – Studio Rekaman Lokananta berencana kembali menerjuni bisnis menyetak piringan hitam tahun 2020 mendatang. Peluang bisnis itu diprediksi akan semakin cerah seiring dengan meningkatnya tren penikmat musik dengan piringan hitam yang belakangan beken disebut vinyl record itu.
“Kita lihat peminat piringan hitam terus meningkat,” kata Kepala Perum PNRI Cabang Surakarta Lokananta, Marini saat Open House di Lokananta, Rabu (11/12).
Tren naik permintaan vinyl record ini ditengarai dengan tingginya semakin banyak musisi yang mendistribusikan karyanya dengan media itu. Khususnya musisi luar negeri.

Umumnya piringan hitam diproduksi dalam jumlah terbatas untuk menjaga eksklusivitas. Rini semakin yakin prospek piringan hitam semakin cerah ketika Lokananta mengikuti pameran di Utrecht, Belanda beberapa bulan lalu.
“Banyak yang menanyakan kalau mau mencari vinyl yang klasik ke mana. Dari situ kita lihat ternyata vinyl masih banyak peminatnya,” kata dia.
Saat ini Lokananta masih melakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan bisnis piringan hitam. Biaya yang dibutuhkan untuk menerjuni bisnis cetak piringan hitam diperkirakan mencapai Rp 3-4 Miliar. Lokananta berencana menggandeng pihak ketiga untuk memenuhi kebutuhan modal tersebut.
“Jujur saja, dengan kemampuan Lokananta saat ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan itu,” kata dia.
Lokananta sendiri sebenarnya pernah menjadi salah satu pencetak piringan hitam terbesar di Indonesia. Bahkan mungkin satu-satunya di dekade 50-70-an.
Di era itu, cetak piringan hitam menjadi core business Lokananta di samping penggandaan kaset. Bisnis cetak piringan hitam itu terpaksa berhenti karena distribusi musik telah bergeser sepenuhnya ke kaset pita yang dianggap lebih praktis dan murah. Saat ini penggandaan kaset masih menjadi core business Lokananta.
“Setiap bulan kita bisa cetak sekitar dua sampai tiga ribu kaset per bulan,” kata dia.
Editor : Dhefi Nugroho