Solo — Sejarawan Solo, Heri Priyatmoko menyayangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo yang terburu-buru membongkar bangunan tua di Timur Kejaksaan Negeri Surakarta, Kelurahan Kepatihan. Meski belum menyandang sertifikat penetapan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, bangunan yang di masa Kolonial dinamai Kantor Sasranegaran itu berpotensi kuat untuk menyandang status Benda Cagar Budaya.
“Memang belum BCB. tapi Pemkot tidak bisa semudahnya menghancurkan seperti itu,” kata Heri saat dihubungi melalui telepon, Senin (16/12).
Pegiat komunitas pecinta sejarah, Solo Societeit itu yakin bangunan tua itu pernah menjadi Paheman Radya Pustaka. Cikal bakal Museum Radya Pustaka sebelum dipindah ke Sriwedari 1 Januari 1913. Bergaya arsitektur Indische gedung itu diduga kuat pernah menjadi bagian penting dari Kepatihan. Tata ruangnya yang khas kantor menunjukkan bangunan itu pernah menjadi tempat berkantornya para patih di era Pemerintahan Kasunanan Surakarta.
Solo Societeit, terang Heri, sebenarnya sudah membuka dialog dengan Pemkot Solo terkait kemungkinan Sasranegaran ditetapkan menjadi BCB. Hal itu dibuktikan dengan sarasehan disertai tur yang diadakan komunitas itu di kawasan Kepatihan sekitar satu bulan yang lalu.
“Waktu itu kita juga melibatkan UPT (Unit Pelaksana Teknis) Museum. Kalau butuh data-data sejarah untuk menetapkan status BCB, kita siap membantu. Kok ini sekarang malah dibongkar,” ujarnya.
Menurut Heri, meski belum resmi menyandang status BCB, Pemkot tidak seharusnya membongkar bangunan tersebut. Sikap terburu-buru itu berpotensi menghilangkan jejak sejarah dan budaya. Apalagi menurut Pasal 31 Ayat 5 Undang-undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan bahwa selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai Cagar Budaya.
“Kalau sudah diduga sebagai BCB kan seharusnya tidak bisa diotak-atik,” kata dia.
Bangunan bergaya Indische itu, terang Heri diduga kuat sebagai satu-satunya sisa bangunan Kompleks Kepatihan. Bangunan-bangunan lain hancur saat terjadi gerakan antiswapraja tahun 1946. Hingga kini, tak terhitung lagi berapa kali bangunan itu beralih fungsi. Sebelum dibongkar, bangunan tersebut digunakan untuk Sekretariat Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dan kantor berita Antara Biro Solo. Sebelumnya, UPT Pendidikan Kecamatan Jebres dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat Pemilihan Gubernur 2017 juga sempat berkantor di sana.
Editor : Wahyu Wibowo