Solo — Gunung Merapi kembali erupsi, Selasa (3/3) pagi pukul 05.22 WIB. Beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Klaten, Solo, Sukoharjo, dan Karanganyar menjadi daerah yang terdampak hujan abu vulkanik Gunung Merapi.
Menanggapi hujan abu vulkanik yang terjadi, Pakar Paru UNS yang juga Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UNS, Dr Reviono mengatakan, bila masyarakat patut berhati-hati. Sebab debu vulkanik dari hasil letusan gunung berapi ukurannya sangat kecil, yaitu kurang dari 2µm dan mengandung sejumlah kandungan berbahaya yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan.
“Jadi, kalau debu dari abu vulkanik debunya lembut sehingga bisa masuk. Ada kandungan seperti silika, besi, asbes, dan sulfur. Kalau itu bisa masuk maka paru-paru bisa radang bila jumlahnya besar dan juga bisa mengakibatkan kemampuan menyaring oksigen di alveolus menjadi berkurang,” ujarnya. Selasa (3/3).
Selain kandungan abu vulkanik, masih terdapat unsur mayor, seperti aluminium dan kalium dan kandungan-kandungan kimia, seperti silikon dioksida (55 persen), aluminium oksida (18 persen), besi oksida (18 persen), kalsium oksida (8 persen), dan magnesium oksida (2,5 persen).
Dia mengatakan apabila debu vulkanik sudah mencapai batas maksimal maka masyarakat disarankan untuk tetap tinggal di dalam rumah dan menghindari beraktivitas di luar ruangan. Batas maksimal kualitas udara yang dibutuhkan manusia adalah 150 µgram/m3.
Untuk mengurangi gangguan saluran pernapasan akibat abu vulkanik, dia menyarankan agar masyarakat menggunakan masker saat berada di luar rumah. Selain langkah pencegahan dengan masker, cara lain yang bisa dilakukan agar abu vulkanik tidak masuk ke dalam rumah adalah dengan memasang kawat kasa di jendela atau ventilasi udara.
“Satu-satunya cara yang paling efektif adalah pakai masker minimal seperti masker bedah. Kalau di rumah ada penyaring udara (kawat) kasa di jendela,” lanjutnya.
Apabila masyarakat memaksakan diri untuk beraktivitas di luar ruangan saat hujan abu vulkanik, dikhawatirkan saluran pernapasan akan mengalami infeksi.
Editor : Wahyu Wibowo