Solo – Korban pembobolan kartu kredit berinisial LHJ (58) warga Colomadu, Kabupaten Karanganyar merasa kecewa dengan sikap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terkesan kurang serius dalam menangani kasus tersebut. Korban menilai OJK tidak memiliki ‘taring’ untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah menimpanya.
“Pihak OJK telah mengirimkan pemberitahuan masalah ini kepada Bank BNI maupun BCA sejak tanggal 20 Februari 2020 lalu. OJK hanya menunggu balasan surat tanpa ada sikap pro aktif untuk menanyakan kelanjutan kasus tersebut ke masing-masing bank. Apalagi, saat ini sudah muncul tagihan penggunaan kartu kredit kepada kami,” terang LHJ melalui Kuasa Hukumnya, Kusumo Putro kepada wartawan, Jumat (6/3).
Tak hanya itu, pihaknya juga menyayangkan sikap BNI dan BCA yang juga tak menggubris aduan secara langsung sejak tanggal 14 Februari 2020 lalu. Seharusnya, dengan adanya aduan yang dilampiri laporan kasus pembobolan kartu kredit dari Direktorat Kriminal Reserse Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah menjadi perhatian tersendiri oleh pihak bank.
“Tapi nyatanya juga tidak ada perhatian sama sekali. Tetap saja, pihak bank menagih tagihan pembayaran kartu kredit yang sama sekali tidak digunakan oleh klien saya sepeserpun,” kata Kusumo.
Pihaknya menginginkan, supaya para pihak baik dari OJK, maupun perwakilan dari Bank BNI dan BCA duduk bersama untuk memberikan keadilan bagi kliennya.
“Dari informasi pihak OJK, saat ini mereka juga mengirimkan surat ke pihak BI (Bank Indonesia) karena juga kewenangan mereka. Namun, kapan akan ditindak lanjuti juga kurang jelas. Klien saya tidak akan lari kok. Dia bersedia membayar, asal pihak Bank BCA maupun BNI mampu membuktikan bahwa penggunaan kartu kredit itu dilakukan oleh klien saya,” jelasnya.
Disinggung mengenai perkembangan laporan kasus pembobolan kartu kredit yang telah dilaporkan di Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, Kusumo mengaku, belum ada perkembangan sama sekali. Pihaknya juga masih menunggu, pemanggilan untuk dimintai keterangan polisi.
Terkait kasus itu, dia minta agar disikapi secara serius. Pihaknya merasa tidak ada kepastian dalam penanganan kasus tersebut selama ini.
“Siapa yang bertanggung jawab kalau seperti ini. Kami sudah membuat aduan ke masing-masing bank, tapi tidak ditanggapi. Lalu, ke OJK. Tapi, kewenangan OJK juga tidak dianggap oleh masing-masing bank. Sebagai masyarakat, harus kemana lagi mengadu?,” katanya.
Terpisah, Wakil Kepala OJK Kota Solo, Tito Aji Siswantoro saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan mengecek kasusnya terlebih dahulu. Mengingat, ada kesepakatan dengan pihak Bank Indonesia (BI) dalam penanganan kasus kartu kredit.
“Apakah kasus ini setelah atau sebelum adanya kesepakatan itu, kami cek dulu ya. Mengingat, sudah ada kesepakatan jika ada pelanggaran terkait kartu kredit menjadi ranah BI,” jelas Tito.
Pihaknya menekankan, alur pengaduan biasanya dilakukan ke pihak perbankan terlebih dahulu. Nantinya, dari pihak perbankan akan memberi kabar setelah 20 hari kerja. Jika tidak ada kabar setelah 20 hari kerja, maka dapat diteruskan ke OJK.
“Jika tidak ada jawaban atau kurang puas dengan jawaban perbankan dapat diteruskan ke kami. Kalau kasusnya bukan kartu kredit, biasanya langsung kami klarifikasi ke pihak perbankan. Tapi, itu bukan semacam pengadilan ya. Kami tidak berkewenangan menyatakan ini salah dan ini benar. Kami mencari win-win solution, antar kedua belah pihak. Jika tetap tidak puas, bisa meneruskan ke pihak berwajib,” jelasnya.
Seperti diketahui, LHJ (58), warga Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar terkejut setelah dirinya menerima tagihan kartu kreditnya mencapai Rp 134 juta pada Bulan Januari 2020. Padahal, selama enam bulan dirinya tidak menggunakan kartu kreditnya untuk transaksi pembelian barang.
Kasus ini bermula, saat LHJ menerima tagihan penggunaan kartu kredit melalui pesan email mencapai Rp 134 juta. LHJ sendiri memiliki empat kartu kredit. LHJmenduga ada orang yang telah membobol keempat kartu kredit miliknya untuk membeli barang-barang di toko online.
Dia mengaku, telah mengklarifikasi kejadian itu kepada pihak perbankan yang menerbitkan kartu kredit.
Terkait transaksi kartu kredit miliknya, LHJ mengatakan, terdapat dua transaksi yang mengakibatkan kerugian hingga Rp 134 juta, yakni pada 16 Januari 2020 dan 19 Januari 2020. Pada tanggal 16 Januari 2020 itu ada 24 transaksi dengan jumlah kerugian Rp 120,2 juta dan berlanjut tanggal 19 Januari 2020 dengan nilai kerugian Rp 13,9 juta.
Editor : Dhefi Nugroho