Solo – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat non performing loan (NPL) di Solo hingga Januari 2020, mencapai 10,26 persen. Angka ini sangat signifikan jika dibandingkan dengan Januari 2019 yang hanya 2,08 persen.
“Tingginya NPL disebabkan salah satu debitur besar di bidang tekstil yang mulai masuk kategori nonlancar dalam membayar hutang, tercatat sejak September 2019 lalu. Virus Corona (Covid-19) salah satu faktor penyebab NPL Soloraya tinggi,” ujar Kepala OJK, Solo, Eko Yunianto, Senin (9/3).
Eko mengatakan terdapat satu debitur yang kontribusinya 30 persen terhadap total jumlah debitur yang nonlancar lainnya. Akibatnya, sangat mempengaruhi NPL secara keseluruhan.
“OJK telah berkoordinasi dengan industri jasa keuangan untuk melakukan monitoring terhadap memburuknya kualitas kredit ini,” kata dia.
Ia khawatir kalau kondisi ini berlarut-larut tanpa dilakukan penyelesaian. Maka dampaknya akan mengurangi potensi pendapatan industri jasa keuangan.
“Bank-bank besar yang memberikan pinjaman adalah bank yang berkantor di pusat. Kami perlu bantuan OJK pusat. Sedangkan debitur besar itu berada di Solo, maka mempengaruhi NPL keseluruhan di Soloraya,” beber dia.
Ia menambahkan data NPL Januari di Soloraya, tertinggi diduduki oleh Solo sebesar 13,54 persen, Boyolali sebesar 1,89 persen, Karanganyar sebesar 1,63 persen. Kemudian Klaten sebesar 1,81 persen, Sragen sebesar 1,82 persen, Sukoharjo sebesar 1,73 persen, dan Wonogiri sebesar 1,58 persen.