Solo – Masyarakat awam dinilai masih banyak yang bingung dengan istilah-istilah soal pandemi covid-19. Guru Besar UNS, Prof Andrik Purwasito mengatakan, dalam menghadapi pandemi Corona, masyarakat pada umumnya memang berada pada taraf kebingungan terminologik.
“Hal ini disebabkan oleh istilah yang digunakan untuk menyebut pandemi Corona ini, seperti lockdown, semi lockdown, social distancing, karantina, orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pandemi, Epidemi, dan lain-lain,” ungkap Andrik kepada Timlo.net, Rabu (8/4).
Akibatnya, kata Andrik, terjadi apa yang disebut sebagai turbulensi terminologi, yakni kebingungan publik. Sebagian masyarakat justru mengambil makna istilah tersebut secara sembarangan. Sedangkan sebagian besar lainnya, mengambil inisiatif publik yang positif.
Sesungguhnya, menurut Andrik, Pemerintah melalui media sendiri maupun melalui media mainstream telah memberikan informasi untuk mengurangi ketidakpastian terminologi yang berkembang. Tetapi era sekarang ini, gempuran informasi dari media sosial, yang sebagian besar juga bercampur dengan informasi hoaks.
“Bahkan saya sering mendengar obrolan di warung bahwa informasi yang berkembang tersebut bersumber dari permainan politik (political game) lokal dan permainan politik global AS dan China serta negara-negara raksasa,” ungkapnya.
Lebih lanjut Andrik mengemukakan, rasa putus asa dan hampir kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap bahaya pandemi covid-12 tersebut, sedikit banyak telah menimbulkan ekspresi kejengkelan warga, yang diekspresikan dengan ucapan kasar, bahkan perilaku yang destruktif, dan sikap apatis.
Kondisi tersebut, menurut Andrik, menunjukkan, masyarakat memang sangat membutuhkan kepastian pemerintah dalam hal penanganan covid-19, terutama pada masalah efek atau dampak sosial, khususnya terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
Selain adanya turbulensi terminologik, menurut Andrik, situasi tersebut juga dipicu oleh kehadiran permainan politik (political game) lokal, yakni permainan politik berbagai kelompok-kelompok kepentingan.
“Efek positif hadirnya political game lokal dan global tersebut adalah justru mendidik masyarakat semakin cerdas dan melek politik,” jelasnya.
Gempuran informasi politis yang sangat gencar menerpa media sosial, seperti WhatsApp, Facebook, Youtube, Tweeter, dan lain-lain. Namun, Andrik menilai justru kehadiran mereka telah mencerdaskan masyarakat untuk memilah dan memilih mana informasi positif dan mana informasi yang negatif.
Oleh karena itu, Andrik mengaku, tidak khawatir hadirnya political game dalam era corona ini.
“Hal ini karena saya melihat, masyarakat semakin cerdas untuk menilai informasi media sosial, mana yang hoax atau hasutan, bahkan ajakan untuk berbuat makar dan mana informasi yang positif. Kedewasaan berpikir dari masyarakat dalam menghadapi informasi yang beragam tersebut, justru menumbuhkan gagasan cerdas mereka, yakni sepakat untuk bersatu melindungi komunitas di lingkungannya sendiri,” jelasnya.
Editor : Dhefi Nugroho